Langsung ke konten utama

Masyarakat Cerdas Finansial


Reksaaaa, aku bareng, ya.” Sebuah suara memanggil dari seberang jalan.
Reksa yang sedang berjalan ke arah saya pun menoleh. “Ya. Ayo, Mbak Put!”
Teman yang dipanggil pun setengah berlari mengejar Reksa, hingga keduanya jalan berjejeran. Tak lama kemudian mereka sudah berada di samping motor saya.
Mbak Putri mau bareng?” Saya bertanya untuk memastikan.
Iya, Bun.”
Ya. Sini tas-nya Mbak Reksa dibawa Bunda aja.”
Reksa mengangsurkan tasnya dan kemudian duduk di jok belakang bersama Putri. Selain saya dan kedua anak ini, masih ada Saka di jok depan. Jadi, total semuanya ada empat orang. Satu dewasa dan tiga anak. Hehehe..

Dari awal Reksa sekolah, saya memang sering menawarkan boncengan sama teman Reksa yang belum dijemput. Alasan mendasar dari pilihan tindakan saya ini adalah efisiensi. Dengan memboncengkan teman Reksa, saya ikut membantu menghemat waktu, biaya dan tenaga ibu anak tersebut. Memang perjalanan saya agak muter dikit. Tapi itu lebih baik daripada si ibu anak itu mesti keluar rumah. Saya bisa merasakan bagaimana rempongnya menjadi ibu rumah tangga. Jadi, jika saya bisa membantu memboncengkan anaknya, waktu dan tenaga ibunya bisa digunakan untuk pekerjaan rumah tangga yang lain.

Rupanya kebiasaan saya menawarkan boncengan ini ditiru oleh anak-anak. Sewaktu melihat temannya belum dijemput, Reksa biasa mengajak temannya pulang bareng. Bahkan Saka juga ikut-ikutan mengecek. Apakah Mbak Putri dan Mbak Dinda sudah dijemput ataukah belum. Hehe.. Bagi saya, cerdas finansial bukan hanya penting diterapkan di keluarga saya saja, tapi juga di masyarakat. Bagaimana kita bisa membantu menghemat waktu, tenaga dan biaya orang lain, melalui tindakan sehari-hari kita. Sesederhana apapun. 
 
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

Kehidupan Binatang Laut

Hari ketiga saya tidak mendongeng. Tetapi menceritakan tentang kehidupan makhluk hidup di laut. Kebetulan Saka senang sekali jika kami menceritakan tentang fakta unik binatang. Dimulai dari binatang laut seperti ikan lumba-lumba. Saya bercerita pada anak-anak, bahwa lumba-lumba berbeda dengan ikan lainnya. Dalam berkembang biak, dia tidak bertelur. Tetapi beranak. "Berarti ikannya hamil ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya." "Wah, podo Bunda," celetuk Saka. "Hehe..." Kami tertawa bersama. "Lumba-lumba juga menyusui, lho. Ada lubang di bagian bawah ikan yang bisa mengalirkan susu." jelas Saya. "Wah, keren, ya." Bu Lek Ida ikut takjub. "Kalau bernapas tidak menggunakan insang. Tapi menggunakan paru-paru. Makanya lumba-lumba sering muncul ke permukaan laut." "Lumba-lumba itu pinter ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya, pinter. Bisa berhitung." Perbincangan kami pun melebar hingga ke pertunjukan lumba-lum

Bunda Belajar Mendongeng

Tadi siang saya mencoba belajar mendongeng. Pendengarnya hanya Saka karena Reksa sedang main ke rumah tetangga. Tidak memakai alat peraga. Cara mendongengnya pun tidak umum karena saya sambil tiduran di atas karpet. Saya memulai cerita tentang seekor binatang bernama “tokek”. “ Dek Saka, ngerti suarane tokek nggak?” Pertanyaan ini saya lontarkan, agar Saka paham tentang tokoh dalam dongeng yang akan saya ceritakan. Saka diam. “ Suarane meong-meong po yo?” “ Enggak. Itu suara.. Suara yang ada di rumah simbah. Suara kucing, yo” balas Saka. “ Oh, iyo yo. Suara kucing. Nek suara tokek ki seperti apa, dek?” Saka diam lagi. “ Suarane ki tekeeek-tekeeek.” “ Oh, suara itu, Ma. Aku ngerti. Pernah dengar suara itu di rumah lama,” ungkap Saka. Saya pun kemudian melanjutkan cerita tentang si tokek yang sedang berangkat ke sekolah. Dia berangkat jalan kaki saja. Tidak dianter sama bundanya. “ Kok nggak pake motor, Ma?” tanya Saka heran. “ Ya kan biar se