Langsung ke konten utama

Hemat Listrik


Sehabis lari keliling alun-alun, ayah minta dibuatkan es teh. Saya pun mengambil gelas dan beranjak ke rumah lama. Kebetulan kulkas keluarga kami lberada di rumah lama karena tidak cukup jika ditaruh di rumah baru.

Sesampainya di depan kulkas, saya kaget karena freezer tidak ditutup rapat. Sewaktu saya cek kondisinya, ternyata semua es yang ada di dalamnya sudah mencair. Tidak ada satupun es yang membeku. Bahkan kulkas yang biasanya anteng, saat itu berbunyi cukup keras. Itu tandanya, kulkas sedang membutuhkan energi yang besar untuk mendinginkan freezer yang terlanjur kebuka pintunya.

Saya pun kembali ke rumah. Bilang sama ayahe perihal ini.
Kayake yang terakhir kali nutup ki Saka,” ucap Ayah mengingat kejadian hari sebelumnya. “Pas Saka le nutup banter banget kae, lho.”
Oh. Pas kae to?” Saya lupa-lupa inget persisnya. Hanya mengingat suara kulkas dibanting keras sekali.
Saya kemudian mendekati Saka. “Besok lagi kalau nutup pelan saja, ya. Kalau banter-banter malah jadinya nggak nutup.” Saya menasehati Saka sambil mencontohkan cara menutup kulkas dengan baik.
Tadi pintu kulkas kebuka. Kalau kulkas kebuka terus, boros listrik, dek. Kalau boros listrik, ayah harus bayar mahal,” saya menambahi.
Listrik ki mbayar to, Bun?” tanya Reksa.
Iya. Listrik mbayar, internet mbayar, mobil agar bisa jalan harus beli bensin. Semua ki mbayar, Mbak. Makanya Mbak sama adek mesti hemat. Kalau nutup kulkas pelan-pelan saja. Sambil dicek nutup rapat belum?”
Aku nutup terus, Bun,” elak Reksa. “Adek kui”
Besok lagi nutupnya gimana, dek?” saya bertanya pada Saka untuk memastikan apakah dia paham atau tidak.
Pelan-pelan,” jawab Saka.
Nah, begitu. Pelan-pelan,” ulang saya.

Sore harinya saat saya dan Saka berada di rumah lama, Saka melihat isi kulkas. Lantas dia pun menutup pelan-pelan sambil berkata sama bundanya. “Kayak gini, Ma?”
Iya. Sip, begitu. Pelan-pelan. Sudah ketutup rapat belum, dek?” tanya saya.
Sudah, Ma.”
Bagus! Besok lagi nutupnya begitu, ya?”
Ya!”

Cerdas finansial itu juga berarti hemat dalam penggunaan energi, seperti listrik. Mungkin selisih pembayaran listrik tidak begitu banyak. Tetapi jika yang sedikit tersebut dikumpulkan jumlahnya tetap banyak. Lagi pula, menghemat energi juga bagian dari kebiasaan baik yang perlu dilatihkan pada anak-anak sejak dini. Agar bumi tidak lekas tua.

#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

Kehidupan Binatang Laut

Hari ketiga saya tidak mendongeng. Tetapi menceritakan tentang kehidupan makhluk hidup di laut. Kebetulan Saka senang sekali jika kami menceritakan tentang fakta unik binatang. Dimulai dari binatang laut seperti ikan lumba-lumba. Saya bercerita pada anak-anak, bahwa lumba-lumba berbeda dengan ikan lainnya. Dalam berkembang biak, dia tidak bertelur. Tetapi beranak. "Berarti ikannya hamil ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya." "Wah, podo Bunda," celetuk Saka. "Hehe..." Kami tertawa bersama. "Lumba-lumba juga menyusui, lho. Ada lubang di bagian bawah ikan yang bisa mengalirkan susu." jelas Saya. "Wah, keren, ya." Bu Lek Ida ikut takjub. "Kalau bernapas tidak menggunakan insang. Tapi menggunakan paru-paru. Makanya lumba-lumba sering muncul ke permukaan laut." "Lumba-lumba itu pinter ya, Bun?" tanya Reksa. "Iya, pinter. Bisa berhitung." Perbincangan kami pun melebar hingga ke pertunjukan lumba-lum

Bunda Belajar Mendongeng

Tadi siang saya mencoba belajar mendongeng. Pendengarnya hanya Saka karena Reksa sedang main ke rumah tetangga. Tidak memakai alat peraga. Cara mendongengnya pun tidak umum karena saya sambil tiduran di atas karpet. Saya memulai cerita tentang seekor binatang bernama “tokek”. “ Dek Saka, ngerti suarane tokek nggak?” Pertanyaan ini saya lontarkan, agar Saka paham tentang tokoh dalam dongeng yang akan saya ceritakan. Saka diam. “ Suarane meong-meong po yo?” “ Enggak. Itu suara.. Suara yang ada di rumah simbah. Suara kucing, yo” balas Saka. “ Oh, iyo yo. Suara kucing. Nek suara tokek ki seperti apa, dek?” Saka diam lagi. “ Suarane ki tekeeek-tekeeek.” “ Oh, suara itu, Ma. Aku ngerti. Pernah dengar suara itu di rumah lama,” ungkap Saka. Saya pun kemudian melanjutkan cerita tentang si tokek yang sedang berangkat ke sekolah. Dia berangkat jalan kaki saja. Tidak dianter sama bundanya. “ Kok nggak pake motor, Ma?” tanya Saka heran. “ Ya kan biar se