“Ma,
rasane aku pengen susu je,” ucap Saka di pagi saat saya sedang
beberes rumah.
“Susunya
habis, Dek.” Memang sudah seminggu ini susu di rumah habis. Saya
sengaja tidak membelikan lagi karena susu bagi keluarga kami hanyalah
buat rekreasi saja. Jika anak-anak ingin dan kami ada uang, ya kami
belikan. Jika merek tidak menginginkan, ya nggak perlu.
“Ayo
beli di Aslamat, Ma!” ajak Saka.
“Ya,
nanti kalau Bunda selesai beberes, ya. Sekalian jemput, Mbak Reksa.”
Biasanya
saya memang kemana-mana sekali jalan karena jarak rumah kami ke toko
terdekat cukup jauh. Seumpama pada hari aktif, ya saat mau ke toko
sekalian jemput Reksa. Kadang juga malah sekalian kirim paket di
kantor pos atau armada pengiriman yang lain.
“Belinya
susu bubuk aja lho, ya. Enggak beli jajan lainnya.”
“Halah,
Ma,” rengek Saka.
“La
gimana? Mau enggak? Kalau nggak mau ya sudah.
Pekerjaan
rumah selesai ketika jarum menunjukkan pukul sepuluh lebih empat
puluh lima menit. Bersama Saka, saya menuju ke tempat Reksa sekolah.
Ternyata sekolahnya sudah usai, dan kami pun langsung menuju ke toko
terdekat.
Sesampainya
di toko, Reksa langsung menuju ke meja kasir. Mengambil kinder joy
sambil teriak minta dibelikan mainan itu.
“Enggak,”
kata saya menolak permintaannya.
“Ma,
aku rasane pengen jajan je,” ucap Saka sambil melihat deretan
permen di rak.
“Enggak.
Beli susu tok!” Kali ini giliran Saka yang saya tolak
permintaannya.
“MA,
PELIT!” Saka jengkel karena permintaannya tidak saya turuti.
Terdengar
suara tawa mbak dan mas penjaga toko. Saya pun ikut tersenyum.
“Yo
wis, beli susu kotak ya, Ma.” Saka menawar agar bisa dibelikan
susu kotak.
“Mboten.
Kita disini hanya beli susu bubuk. Mau beli yang mana?” saya
bertanya ke anak-anak.
Meski
agak jengkel mereka pun akhirnya memilih salah satu susu bubuk.
Membawanya ke kasir. Dan saya pun membayarnya.
Sebagai
orang tua saya harus konsisten dengan perkataan saya. Jika sejak awal
saya bilang hanya beli susu bubuk, ya harus itu saja yang dibeli.
Tidak ditambah beli yang lain.
Saya
tidak malu dibilang pelit. Saya tidak malu seumpama anak nangis di
toko. Bagi saya, konsisten itu lebih penting. Karena dengan mengambil
sikap konsisten, anak-anak belajar bahwa kesepakatan atau aturan itu
baku. Kelak mereka akan berada dalam masyarakat yang penuh aturan.
Jika dari keluarga, anak-anak sudah biasa teratur dan konsisten,
harapannya mereka juga akan teratur dan konsisten terhadap aturan
masyarakat.
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Komentar
Posting Komentar