Langsung ke konten utama

DAY 8 : Tantangan 10 Hari Menstimulasi Anak Suka Membaca


Senin (6/11/2017) ba'da maghrib, Saka minta baca buku Kumpulan Dongeng Kesetiakawanan “Guru Baru di Sekolah Badut dan 9 Dongeng Seru Lainnya” karya Kak Dian Kristiani. Sebenarnya buku ini sudah sering saya bacakan karena Saka menyukai salah satu cerita di dalamnya yang berjudul “Jo si Hantu Pemalu.” Senin kemarin pun, Saka minta dibacakan lagi. Dan sudah bisa ditebak, cerita yang ingin dibacanya adalah cerita “Jo si hantu Pemalu.”

Buku "Guru Baru di Sekolah Badut"
Belum juga mulai dibacakan, Saka sudah bertanya, “Ma, kok kakinya nggak ada?” tanyanya heran sambil menunjuk gambar tengkorak. “Ada yo, Dek. Kakinya di belakang. Tidak kelihatan,” jawab Reksa. “Ma, kok tangannya rusak?” tanya Saka lagi sambil menunjuk gambar tangan tengkorak yang tinggal tulang belulang. “Itu namanya tengkorak. Ya memang sudah “prothol/rusak” semua. La wong, sudah mati.” Saya menanggapi pertanyaan Saka, yang entah dipahaminya atau tidak.
Ilustrasi cerita “Jo si Hantu Pemalu” memang menarik. Full colour dengan penggambaran tokoh yang unik. Ada drakula yang bergigi tajam dan berjubah hitam. Ada mumi yang semua tubuhnya tertutup kain sehingga hanya matanya yang kelihatan menyeramkan. Ada tengkorak yang tinggal tulang belulang berdiri dengan sempoyongan. Dan ada juga zombie yang bermata sendu, mulut bergelombang dan mengenakan baju compang-camping.  
Penggambaran hantu seperti itu membuat Saka betah bolak-balik minta dibacakan cerita ini. Saya tidak tahu apakah dia memahami isi ceritanya atau tidak karena saat dibacakan cerita ini, Saka sering fokus pada gambar hantunya. Hehe.. Jika tidak bertanya mengapa begini mengapa begitu, Saka akan menjelaskan dua gambar yang sama. Gambar yang besar di halaman sebelah kiri adalah ibunya. Sementara gambar yang kecil di sebelah kanan adalah anaknya.
Saya memang sengaja membiarkan Saka menceritakan apa yang dia tangkap melalui gambar tersebut. Mengapa? Karena proses menceritakan tersebut adalah bagian dari cara belajar Saka berbicara. Tantangannya adalah bila reading time ini berbarengan dengan kakaknya. Biasanya Reksa jadi marah-marah dan tidak sabar karena Saka bolak-balik nanya dan lebih banyak cerita sendiri. Reksa ingin saya segera menuntaskan ceritanya. Bukan malah mendengarkan Saka bercerita. Hehe..
Meski saya sudah meminta Reksa agar lebih bersabar, kadang Reksa masih ngomel-ngomel. Karena kejadian tersebut sering berulang, saya pun membuat aturan sesi reading time. Bahwa masing-masing anak akan dibacakan buku secara bergantian. Siapa yang lebih dulu minta dibacakan buku, maka dia mendapat giliran pertama. Anak lainnya harus rela menjadi nomer dua. Dan sewaktu saya membacakan buku, tiap anak diharap bersabar ikut mendengarkan sampai cerita usai.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KualiahBunsayIIP
#ForThingsChangeIMustChangeFirst

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ANAK INDIGO MELALUI NOVEL

  Judul Buku : Misteri Anak Jagung Penulis : Wylvera Windayana Penerbit : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia Cetakan : I, Januari 2013 Tebal Buku : 200 halaman Harga : Rp. 48.000,- Anda penasaran mengetahui siapa anak indigo itu, namun malas membaca buku The Indigo Children karya Lee Carroll dan Jan Tober? Saran saya, bacalah Misteri Anak Jagung. Novel remaja pertama yang ditulis oleh Wylvera Windayana ini mengisahkan tentang petualangan anak indigo dalam bingkai cerita misteri. Gantari – tokoh utama novel ini – sering dihantui oleh sosok Anak Jagung. Sosok itu seringkali muncul dalam mimpi-mimpinya. Sosok yang membuat Gantari penasaran sekaligus ketakutan. Selain muncul melalui mimpi, suara tangisan sosok misterius dari arah ladang jagung juga kerap mengusik telinganya. Apakah Legenda Anak Jagung yang diceritakan nenek Gantari itu benar-benar ada? Bersama Delia, Gantari berusaha mengungkap semuanya. Usaha mereka semakin terbuka saat

RANGKUMAN MATERI WEBINAR HOMESCHOOLING SESI 2

Lima bulan terakhir ini saya tertarik mempelajari model pendidikan homeschooling. Hari-hari saya berkutat dengan browsing dan browsing tentang apa itu homeschooling. Mengapa bisa begitu? Semua bermula dari kegelisahan saya saat masih tinggal dengan kakak perempuan saya yang mempunyai anak usia SD. Namanya Azkal (9 tahun). Setiap kali belajar bersama ibunya, setiap kali itu pula ia “ribut” dengan ibunya. Ibunya, kakak perempuan saya, merasa sejak duduk di kelas 3, Azkal susah sekali diajak belajar. Menurutnya, guru kelas Azkal kurang kreatif dalam mendidik. Seringkali hanya menyuruh anak mencatat materi pelajaran saja. Beberapa orang tua sudah menyampaikan keluhan tersebut ke pihak sekolah. Sayangnya, keluhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan di pihak sang guru. Kondisi ini tidak berimbang dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari siswa Sebenarnya materi pelajaran untuk SD kelas 3 belum begitu rumit. Hanya saja, sang guru menggunakan acuan Lembar Kegiatan

Menyusun Rencana Project

Latar Belakang Saya senang membaca buku humor. Saya senang membaca cerita teman yang lucu dan mengundang tawa. Saya senang bercengkerama dengan orang yang mudah bahagia. Mengapa? Karena saya jadi ikut bahagia. Oleh sebab kesenangan saya tersebut, saya pun jadi mudah bahagia. Saat membalas chat teman, saya selalu berusaha mengemas tulisan saya dengan bahagia. Saat menulis status maupun membalas komentar di social media, saya selalu menulisnya dengan bahasa yang menyenangkan. Menurut teman-teman, saya mudah sekali membuat mereka tertawa. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu, saya sering menjumpai percakapan atau kejadian lucu di keluarga kami. Sebagian percakapan tersebut sudah saya tuliskan di akun FB. Sebagian belum saya tulis. Nah, melalui Ruang Berkarya Ibu, saya ingin mengoptimalkan potensi saya di bidang tulis menulis cerita lucu melalui project "Ngakak Everyday" Nama Project Ngakak Everyday : Kumpulan Cerita Lucu Rumah Jingga Tujuan 1. Mendokume